Sesak menyerang dadaku seketika aku menutup pintu. Rasa bersalah kini bersarang dengan indahnya di permukaan batin juga kepala. Pandanganku yang sedang beradu melawan sinar lampu lama-kelamaan semakin kabur tersekat dinding air mata yang siap meluncur. Untuk saat ini, aku ingin mengemukaan sebuah harapan. Aku memang belum pernah sekalipun melihat fatamorgana oase di tengah gurun pasir, tetapi aku berharap jika lelaki di sudut kedai teh itu hanyalah fatamorgana atau sekadar ilusi yang kubuat sendiri. “Lelaki itu masih saja datang,” sebuah kalimat terucap dari sela bibir manis Ann. Bukan sebuah pertanyaan seperti dua hari berturut-turut ini, melainkan sebuah pernyataan yang sama sekali tak bisa terbantahkan. “Apa kau akan terus bersembunyi?” lanjut Ann ketika tak mendapatkan jawaban dariku. “Ya.” Dengan berat hati, aku memaksa kaki-kakiku untuku berjalan melewati Ann dan berdiri di atas balkon. Angin sore yang tak bersahabat perlahan menyergap, berusaha melumpuhkan tiap inci pertahanan...
Learn, live, and hope.