Teriakan demi teriakan silih berganti tertangkap daun telingaku. Terproses memberontak sang gendang telinga. Namun, sama sekali tidak ada respon. Hanya diam dan menerimanya. Menggerutu memang yang kulakukan, tetapi cukup hati dan seluruh ragaku yang mengetahui, bukan orang lain.
Pusing selalu menyergap ketika sehelai, dua helai, bahkan tiga helai rambutku tercabut dari pangkal kulit kepala. Perih juga terasa akibat goresan-goresan yang mereka ciptakan di kulit kusamku. Namun, aku terus berusaha untuk menahan tangis. Lebih baik begitu daripada aku meluapkan emosi dan membuat semua lebih runyam. Nantinya, aku juga yang terkena dampak terbesarnya. Wajar, aku hanyalah seorang siswa beruntung dengan dana bantuan dari orang tua mereka untuk melanjutkan sekolah di sini.
“Jangan bertindak gegabah atau kau akan melihat dirimu dipermalukan oleh semua orang,” salah seorang dari mereka memperingatkanku sebelum jam makan siang datang. Jelas saja, aku tak akan beritindak gegabah meski diriku meronta karena ingin. Aku menunduk dan mengangguk sekali.
Seketika kelas hening, sepeninggalan mereka. Tak ada yang sudi membantuku keluar dari semua ini karena jika mereka berani mendekatiku sama saja seperti menjatuhkan diri ke dalam kandang buaya kelaparan. Hingga saat ini, aku merasa sekolah bukan tempat yang terindah seperti siswa lainnya. Masa sekolah yang kujalani seperti lembaran-lembaran kertas terbakar yang semakin hari—sedikit demi sedikit—berubah menjadi abu.
Jika ditanya mengapa aku tak mencari keadilan, aku akan menjawab, “Karena mereka berkuasa, fakta yang ada bisa saja diputarbalikkan dengan mudah, dan itu akan mengancam kelansungan pendidikanku.” Sudah beruntung aku mendapatkan dana itu, mungkin aku bisa membalas kebaikan mereka dengan menjadi sebuah boneka yang bisa dengan mudah dimainkan.
Mungkin pada kelulusan nanti, aku bisa bebas dan kembali menjadi manusia normal. Namun, siapa yang bisa memprediksinya? Tidak ada, tapi aku percaya, Tuhan akan menggariskan takdir yang terbaik untukku.
Untuk saat ini, aku cukup menerima semua perlakuan ini dan tetap menutup mulutku.
di sma digituin, mbak? :(
ReplyDelete-agatha *males sign in*
Nggaklah, itu cuma gara-gara nonton drama Korea ._.
Deletewah, sekarang tontonannya drakor, kaya'nya dulu yg paling gk suka drakor :p
DeleteHo'o e, aku sendiri juga bingung kok bisa
DeleteBtw itu ceritanya terispirasi dari School 2015, dah nonton?
Udah bbrapa minggu yg lalu selese, keren to drakor, harusnya mbak sukanya dr dulu :o
DeleteKeren sih
DeleteMending ya, aku sukanya telat daripada nggak sama sekali wkwk
korban korea ya mbak?
ReplyDeleteIya-in aja deh wkwk
DeleteSTOP BULLYING!!!
ReplyDelete