Terpaan angin membuai rambutnya halus. Tidak, rambutnya tidak terurai panjang. Hanya saja ia memilik jambul andalannya yang tak pernah absen di setiap keberadaannya. Setelan kemeja yang dikancingkan rapih dan celana jins melekat di tubuhnya. Tak seperti kebanyakan orang yang memilih untuk bersenang-senang dengan telepon genggamnya, ia lebih memilih untuk menghadap pada buku favoritnya, pelajaran.
Ia bukan seorang maniak pelajaran, tetapi ia berkemauan keras untuk belajar. Setiap harinya ia duduk di barisan terakhir dan tidak mendengarkan pelajaran. Terkadang jika ia merasa pelajaran itu tak terlalu penting untuknya, ia tidak akan mengikuti kelas. Meskipun seperti itu, teman-temannya tetap menganggapnya seorang pesaing. Bagaimana tidak, ia kerap mendapatkan nilai yang sempurna.
“Hai, Rifa…” panggilku seraya mengambil tempat di sebelahnya.
“Hai,” ia mendongak dan tersenyum sekilas.
Kami terdiam untuk waktu yang cukup lama. Ia bukan orang yang banyak bicara pada temannya, terlebih orang asing. Mungkin ia perlu penyesuaian pada atmosfer Kota Yogyakarta yang jauh berbeda dari tempatnya dulu. Ia lama menetap di ujung Pulau Jawa, aneh baginya tempat seperti Yogyakarta terlebih ia belum genap tiga tahun di sini.
“Kowe wis garap seni rupa nggo esuk senen rung?”
“Lha aku wae ra mudeng dikon gawe apa.”
Selebat percakapan dengan bahasa Jawa melintas dari bibir teman-teman kami. Aku yakin ia juga mendengar, namun ia tetap saja fokus pada bukunya, mencoba berpura-pura tak mendengar. Ia mengerti, namun ia tak bisa menggunakannya seperti teman-teman kami lainya. Semua orang akan menganggapnya aneh ketika ia mencoba melafalkan kata-kata yang baru ia dapatkan pada pelajaran beberapa tahun terakhir ini.
Ia senang berolahraga terutama olahraga yang dicintai oleh para perempuan karena banyaknya cogan di dalamnya. Ia juga suka bermain alat musik, instrumen yang banyak dimainkan seorang laki-laki. Baginya yang paling penting adalah akademis, ia sangat menyukai pengetahuan alam. Berbakat, ya, satu kata yang bisa menggambarkan Rifa.
Jelas saja ia dikagumi banyak teman-teman perempuan kami. Ketika teman-teman kami menjadikannya topik pembicaraan, ia tak ambil pusing. Meski ia tahu, ia akan berlagak cuek saja dan terus melakukan apa yang ia yakini benar.
Dia memang lucu, itu kata-kataku untuk menggambarkan seseorang yang unik, berbeda dari yang lainnya. Toh, memang benar ia berbeda dari teman-teman laki-lakiku lainnya.
kayak kenal, mia 3 ya mb
ReplyDeleteeh lu siapa -_-
Delete