Skip to main content

Royal Wedding by Meg Cabot

Meg Cabot. Princess Diaries. Princess Mia.
I’m sure almost everyone who likes romance young adult novel knows about them. Mungkin, kalau yang nggak familiar sama novelnya, how about the movie? Salah satu film terbaik yang pernah aku tonton di samping film-film yang diangkat dari novel lainnya. Awalnya aku juga cuma tau dari filmnya dan kemudian mencoba-coba untuk membaca karya-karya Meg Cabot. Layaknya buku diary, rasanya aku langsung bisa jatuh cinta dengan cara penulisan Meg Cabot yang menggambarkan karakternya melalui tulisan diary-nya.
Salah satu part dari Princess Diaries aku temukan di sebuah toko buku di bilangan kota Malang. Royal Weddingthat’s the titleFirst impression dari novel ini adalah cover-nya menarik, warnanya pink tua dengan gambar crown and sunglassesit’s Indonesian versionI thought it would be very interesting.
So, I try to give review for one of many good books I’ve ever read. Jadi, review kali ini tentang Royal Wedding karya Meg Cabot.
Judul buku: Royal Wedding
Penulis: Meg Cabot
Penerjemah:Linda Boentaram
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: 2016
Tebal: 408 halaman
For the beginning, karakter yang dibawa oleh Meg Cabot masih Princess Mia Thermopolis dari Genovia. Kali ini, Mia tinggal di New York City. Benar, ia hanya ingin menghindari tugas-tugas Kerajaan Genovia yang hanya membuatnya pening.
Ketika ia meninggalkan suatu pekerjaan penting, ia dihadapkan dengan berbagai masalah pelik yang membuat matanya terus berkedut tak henti-henti. Mulanya, semuanya berkaitan dengan ayahnya. Bukan Mr. G, ayah tirinya, melainkan ayah kandungnya, putra mahkota Genovia, Pangeran Phillipe Renaldo. Jadi, Mia adalah seorang enfant naturelI think it’s so rude but I have to translate it as “anak haram”—seorang pangeran dan seorang rakyat biasa yang tak mau hidup dikurung di istana. Ia dibesarkan oleh ibunya dan baru mengetahui bahwa dirinya putri setelah beranjak dewasa.
Back to the story, jadi intinya putra mahkota Genovia itu membuat ulah lagi. Ia melanggar hukum yang berlaku dan ternyata juga menyembunyikan seorang enfant naturel lainnya yang tidak lain dan tidak bukan adalah setengah adik Mia. Namanya Olivia Grace, seorang keturunan Afrika berusia 12 tahun.
Sudah dipusingkan dengan kelakuan sang ayah, Mia lagi-lagi dihadapkan dengan para pendemo yang tak ingin ia menduduki kursi putri. Belum lagi saudara ayahnya yang berniat mengambil alih jabatan perdana menteri Genovia. Kehidupan politik membuat Mia semakin muak menjadi seorang putri.
So, kalau ada yang tanya kenapa nggak ada hubungannya dengan judulnya, wait a moment, I’ll explain everything. Royal wedding, as you know, Putri Mia akan menikahi pacarnya yang sudah 8 tahun dikenalnya, kalau yang ngikutin serial ini pasti tau Michael Moscovitz. Dari dulu Michael selalu menggantungkan hubungan mereka hingga tak menuju gerbang pernikahan. Sebenarnya bukan begitu, menurut Michael dan Mia pernikahan terlalu kuno di zaman yang serba maju seperti ini. Namun, banyaknya berita negatif tentang mereka yang memaksa mereka untuk melaksanakan pernikahan kerajaan. Pernikahan ini bukan persoalan yang gampang seperti membalikkan telapak tangan, bahkan sebaliknya.
Lika-liku perjuangan pernikahan ini secara rinci dijelaskan Meg Cabot dengan gaya penulisannya yang seperti diary kebanyakan. Tak semua orang bisa menerima gaya kepenulisan yang seperti ini, but it’s fine. Gaya yang lain juga diberikan Meg Cabot dalam bukunya ini, ia menggunakan balon-balon chat yang digunakan untuk semakin menjelaskan apa yang tengah dibicarakan Mia dengan orang-orang terdekatnya. It’s fun and different.
Aku nggak merekomendasikan novel ini untuk anak di bawah umur, I think it’s rated-R novel because some of the conversations talk about mature things. Kalau misalnya mau baca it’s okay, supaya tau dan ngerti about different culture of Indonesia and another countries around the world, terutama dalam pergaulan antara male and female.

Secara keseluruhan, untuk pecinta Princess Diaries, wajib baca ini karena ini kayak the end of Mia’s diary. Aku nggak begitu ngikutin perkembangannya sih, tapi kayaknya ini salah satu yang terbaik dari Meg Cabot, mungkin.

Comments