Kuliah Kerja Nyata. Bagiku itu hanyalah sebuah mata kuliah wajib yang harus aku tempuh sebagai syarat kelulusan. Karena itu, aku tak ambil pusing mengenai pengabdian ini. Di saat teman-temanku mencoba masuk ke berbagai macam tim dengan berbagai wawancara, aku sudah yakin untuk memilih melalui sistem saja di akhir atau kami menyebutnya dengan plotingan.
Memaksa diri menjadi pasif di pertemuan awal memang terasa sulit bagiku, namun semua ini aku lakukan agar beban kerjaku tidak bertambah. Intinya aku berharap untuk melakukan pekerjaan seminimal mungkin pada pengabdian ini, no excuse. Nyatanya dengan strategi menjadi pasif ini aku berhasil menjadi anggota tanpa embel-embel lainnya yang tentunya akan memberikankanku lebih banyak waktu luang selama kurang lebih 50 hari ke depan.
Sudah terbayang di benakku, selama pelaksanaan KKN ini aku bisa mengerjakan setiap program kerja dari rumah berbekal laptop dan internet. Tapi, realita tidak selalu seindah ekspektasi bukan, dan itulah yang terjadi pada pelaksanaan KKN secara online ini.
Aku yang berdomisili di Jogja di mana dekat dengan tempat KKN, mau tidak mau harus bersedia untuk turun ke tempat di mana pengabdian akan dilaksanakan. Aku masih berpikir positif bahwa tak apa mungkin ke lapangan ini untuk yang pertama dan terakhir. Sekali kami datang, masyarakat di sana sangat antusias dan terus menginginkan kami untuk tetap melaksanakan KKN secara langsung di tempat. Konflik pun tak terhindarkan, tim masih bersikeras untuk meminimalkan untuk datang secara langsung, namun pada akhirnya masyarakat tetaplah yang memenangkan pertandingan ini. Pun karena kami tidak bisa memberikan apapun apabila semua dilaksanakan secara online.
Sangat berat memang di awal pengabdian, ditambah aku tidak memiliki jiwa pengabdian yang sesungguhnya. Ribuan kali keluhan sudah menjadi konsumsi teman-temanku yang berdomisili di Jogja dan turut terjun secara langsung ke lapangan. Bahkan aku sampai berpikir semua ini tidak adil, bayangkan saja teman-temanku yang tidak berdomisili di Jogja bisa mengerjakan program kerja dari rumahnya masing-masing, sedangkan kami yang di Jogja bertemu dan berkomunikasi langsung secara terus-menerus dengan masyarakat.
Satu per satu temanku yang berdomisili di luar Jogja memutuskan untuk kembali ke Jogja, hal ini yang cukup menambah semangatku untuk mengikuti program KKN secara langsung. Karena dengan begitu aku bisa menambah relasiku, berkenalan dengan teman-teman yang sebelumnya hanya aku kenal melalui google meeting.
Terlebih, banyak hal yang baru aku temukan di setiap kunjungan kami ke lapangan. Aku yang biasanya pada perkuliahan hanya berkutat dengan angka dan text book akuntansi, harus mempelajari mengenai Instalasi Pengolahan Air Limbah yang bahkan aku belum pernah melihat bentuknya sebelumnya. Baru kali itu aku berkesempatan untuk belajar mengenai IPAL di bantaran Sungai Code. Tak hanya IPAL, aku jadi lebih tahu bagaimana kehidupan masyarakat di bantaran sungai yang selama ini tak terlintas di benakku barang sedetikpun.
Menurutku, berdialog dengan anak-anak di sana adalah sesuatu yang tidak mungkin kudapatkan jika tidak melakukan KKN ini, it was so precious. Berkenalan dengan mereka membuatku belajar banyak hal, terlebih karena kepolosan mereka. Aku pun banyak terhibur dengan tingkah mereka meskipun sangat menguras energi karena keaktifan mereka.
Setelah 50 hari usai, aku tak keberatan untuk menyebut ini pengalaman berharga. Dengan segala keterbatasan, at least aku sudah berusaha mengabdi semampuku. Aku hanya berharap bahwa kegiatan yang telah tim KKN-ku lakukan ini bisa bermanfaat untuk masyarakat di sana.
Terima kasih untuk teman-teman tim KKN YO-201, semua tim dosen pembimbing, dan semua masyarakat Kelurahan Cokrodiningratan. Special thanks to grup admin yang udah jadi support systemku selama KKN dan thanks to temen-temen yang di Jogja, thanks luv!
Comments
Post a Comment