“Aku masih harus berbicara pada produser, aku tutup,” dengan terburu-buru ia menambahkan, “aku akan menemuimu secepatnya.” Dean selalu seperti itu, selalu memutus sambungan suara kami sepihak. Meski dalam sehari ia terus mengirimkan pesan-pesan seperti orang yang sedang menghawatirkanku, sama sekali tak berarti apa-apa. Ia sedang tergabung dalam sebuah proyek film yang memaksanya fokus untuk beberapa bulan, pastinya juga meninggalkanku. Berkomunikasi via suara saja terasa tidak mungkin. Bagaimana tidak, baru beberapa kalimat terlontar ia akan segera menutup telepon. “Isabel, kau masih di sana?” Ia belum menutupnya rupanya, “Apa kau marah?” Katanya seakan ia mengetahui semua yang ada di pikiranku. “Tidak,” jawabku geram, “tidak bisakah kita seperti pasangan lainnya?” “Baiklah, akan kuselesaikan ini.” Ia benar-benar menutup teleponnya kali ini. Aku teramat marah hingga aku menyerah dan memutuskan untuk tenggelam di balik selimut. Aku bermimpi seseorang tengah mengangka...
Learn, live, and hope.