Skip to main content

Sebuah Tulisan untuk Si Empunya Hati


Secangkir kopi yang tersaji di hadapanku terasa amat sayang untuk dibuang. Namun, aku tak bisa menyesapnya. Kau mengawasiku sudah seperti orang tuaku. Ini itu yang aku tak boleh kau tahu semuanya meski ini baru beberapa bulan kita berkenalan.
Berkedok sudah seperti keluarga, kau masuk dalam kehidupanku. Aku bersyukur atas itu karena kau yang membantuku akhir-akhir ini. Awalnya aku ragu akan kehadiranmu karena kita memiliki cita-cita yang sama untuk diterima di fakultas itu. Otomatis kau adalah salah satu pesaingku.
Melihat perjuanganmu yang jauh-jauh datang dari ujung barat pulau ini, aku turut berdoa agar kau bisa mendapatkan satu tempat, tepat di sampingku. Aku tak lagi melihatmu sebagai pesaing karena yang aku percaya adalah laki-laki dan perempuan  diciptakan bukan untuk bersaing, melaikan untuk saling melengkapi.
Kau pernah berkata, “Kalau butuh sesuatu kamu bisa bilang saya.” Aku tahu kau benar-benar mengatakannya dengan tulus. Meski tidak beralasan mengapa aku langsung mempercayaimu, mungkin ini yang namanya rasa sreg.
Kau tulus, terbukti kau membantuku ketika aku dihadapkan dengan sebuah momen yang awkward. Orang  yang menciptakan suasana itu berdalih akan belajar bersama denganku, tetapi aku merasa ada yang tidak beres dengannya, sontak aku menelponmu, kau hanya berkata, “Saya nggak akan menutup telepon, kamu terus ngomong aja.” Aku mencelus, masih ada orang baik yang mau menolongku. Meski aku tak bisa mengucapkannya secara langsung, aku berterimakasih.
Mungkin orang lain akan tertawa mengdengar percakapan kita mengingat bagaimana kau masih menggunakan logat aslimu dan aku menimpali dengan bahasaku sehari-hari. Namun itu tak berarti, untukku. Aku rasa kita tak butuh opini orang lain karena kita sendiri yang merasakannya dan aku baik-baik saja dengan itu.
Kau ingat apa yang kau katakan padaku sore itu, aku benar-benar memprosesnya di dalam benakku hingga larut malam. Kita tak butuh suatu kata untuk mengikat, kita hanya akan menjalaninya sedemikian rupa sehingga kita nyaman. Aku setuju, lagipula status tak berarti banyak untukku.
Aku harap kita bisa bertemu di satu fakultas yang sama di universitas yang sama untuk mengenyam pendidikan. Percayalah bahwa hasil tidak akan mengkhianati usaha. Tetap berusaha dan berdoa.

Seorang pecinta “Seblak”


 A/N: gapapa gelang murah it's not that point


Comments