Ketika aku masih menjadi benih, aku tak bisa melihat apapun. Semuanya gelap, tapi aku bisa merasakan kasih sayang alam yang mengalir mengitariku. Aku bahkan tak tahu bagaimana semuanya berjalan di dunia ini dengan sangat cepat. Namun, tiba-tiba beberapa sulur mengitariku dan melilitku. Mereka adalah calon kelopakku. Mereka kuat dan rapuh di saat yang sama. Tangan-tangan jahil bisa dengan mudah mengelupasnya sehingga aku dapat merasakan hembusan angin sebelum waktu seharusnya. Aku memberanikan diri untuk bertanya, “Mengapa kau mengelupas pelindungku?” Tak ada jawaban. Hanya tatapan kosong dari si empunya mata hazel itu. Jemari rentanya masih berkutat pada calon kelopakku. Menggerogiti satu demi satu hingga mereka jatuh ke tanah. “Maaf,” katanya lamat-lamat, “Aku hanya ingin tahu warnamu sebelum kau menjadi mawar yang sesungguhnya.” Aku bergidik, tidak bisakah ia sabar menunggu hingga aku mekar. Itu tidak butuh waktu lama, mungkin hanya satu hingga dua minggu saja. Ketika kelo...
Learn, live, and hope.