Memilih mata kuliah pilihan biasanya didasari oleh konsentrasi apa yang
akan dipilih mahasiswa, kebanyakan mahasiswa lebih tepatnya, namun mungkin tidak
berlaku padaku. Alih-alih mencari ilmu, aku lebih memilih untuk mencari dosen
yang terkenal suka membagi-bagikan nilai A. Seperti biasanya, aku bertanya pada
kakak-kakak tingkatku terkait mata kuliah apa yang diampu oleh dosen-dosen yang
kuinginkan itu hingga akhirnya aku memutuskan untuk memilih salah satu mata
kuliah yang ditawarkan ada pada sesi dua perkuliahan di hari Senin.
Pertemuan pertama yang hanya dihadiri tidak sampai seperempat jumlah
mahasiswa terdaftar berjalan dengan sepi. Dosen mata kuliah tersebut belum
menyinggung banyak terkait materi perkuliahan untuk satu semester ke depan. Namun,
banyak hal yang aku tangkap dari perkuliahan pertama sang Dosen.
“Kalau kalian takut bertanya di kelas, apa yang harus dilakukan?”
tanyanya di akhir pertemuan.
“Bisa menghubungi Bapak melalui….” Sahut seorang teman.
“Salah,” sergah sang Dosen.
“Harus bertanya di kelas,” jawab temanku yang lainnya.
“Benar.” Face the problem.
Entah mengapa percakapan itu kini selalu terngiang di benakku, kapanpun
dan di mana pun. Hingga percakapan itu pun yang membawaku memberanikan diri
untuk berdamai dengan diriku sendiri. Melakukan semua hal yang dapat mengurangi
beban di dalam hati dan juga pikiranku. Bahkan, aku beberapa kali berbuat
sesuatu yang mungkin akan dipandang tak nyata oleh teman-temanku. Nope, aku nggak lagi halu, ini
adalah bagian dari face my own problem.
Niatku yang mengambil mata kuliah tersebut hanya untuk mendapatkan nilai
A kini bercabang. Aku ingin belajar banyak dari Beliau, sang Dosen. Terkadang
kita tak akan tahu kapan dan di mana kita menemukan orang-orang hebat yang
diam-diam mengubah kehidupan kita secara perlahan tapi pasti.
Comments
Post a Comment