Skip to main content

Sebuah Nasihat


Memilih mata kuliah pilihan biasanya didasari oleh konsentrasi apa yang akan dipilih mahasiswa, kebanyakan mahasiswa lebih tepatnya, namun mungkin tidak berlaku padaku. Alih-alih mencari ilmu, aku lebih memilih untuk mencari dosen yang terkenal suka membagi-bagikan nilai A. Seperti biasanya, aku bertanya pada kakak-kakak tingkatku terkait mata kuliah apa yang diampu oleh dosen-dosen yang kuinginkan itu hingga akhirnya aku memutuskan untuk memilih salah satu mata kuliah yang ditawarkan ada pada sesi dua perkuliahan di hari Senin.
Pertemuan pertama yang hanya dihadiri tidak sampai seperempat jumlah mahasiswa terdaftar berjalan dengan sepi. Dosen mata kuliah tersebut belum menyinggung banyak terkait materi perkuliahan untuk satu semester ke depan. Namun, banyak hal yang aku tangkap dari perkuliahan pertama sang Dosen.
“Kalau kalian takut bertanya di kelas, apa yang harus dilakukan?” tanyanya di akhir pertemuan.
“Bisa menghubungi Bapak melalui….” Sahut seorang teman.
“Salah,” sergah sang Dosen.
“Harus bertanya di kelas,” jawab temanku yang lainnya.
“Benar.” Face the problem.
Entah mengapa percakapan itu kini selalu terngiang di benakku, kapanpun dan di mana pun. Hingga percakapan itu pun yang membawaku memberanikan diri untuk berdamai dengan diriku sendiri. Melakukan semua hal yang dapat mengurangi beban di dalam hati dan juga pikiranku. Bahkan, aku beberapa kali berbuat sesuatu yang mungkin akan dipandang tak nyata oleh teman-temanku. Nope, aku nggak lagi halu, ini adalah bagian dari face my own problem.
Niatku yang mengambil mata kuliah tersebut hanya untuk mendapatkan nilai A kini bercabang. Aku ingin belajar banyak dari Beliau, sang Dosen. Terkadang kita tak akan tahu kapan dan di mana kita menemukan orang-orang hebat yang diam-diam mengubah kehidupan kita secara perlahan tapi pasti.

Comments