Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2015

Biology's Day

Soal Biologi berada tepat di depan mata, meminta untuk diselesaikan. Namun apa daya, kau tak mampu mengerjakan semuanya. Dengan sistem kebut semalam, hanya 10-11 soal yang kau yakin benar. Sisanya, tinggallah pasrah kepada Tuhan. Kala pikiranmu buntu, kau tutup matamu. Mencoba menghilangkan kehidupan nyatamu untuk beberapa waktu. Sepersekian detik kemudian, kau tenggelamkan wajahmu. Membiarkannya beradu dengan kedua tanganmu yang sedang besedekap pilu. Tak disangka, kau teringat akan menakjubkannya kehidupanmu dulu, waktu kau masih berpakaian putih biru. Belum ada beban yang teramat berat. Belum ada pelajaran-pelajaran hidup yang menyisakan karat. Belum ada tanggung jawab-tanggung jawab yang mengeliat. Hari-hari terdahulu dipenuhi senyum, tawa, dan canda yang selalu terlihat. Namun, kini hidupmu sudah berubah bak timur dan barat. Kau masih terpejam ketika secara tak sadar setetes air mata membasahi pipi kirimu. Seketika, kau membeku.  Aku rindu , gumammu.  Ya, aku rindu ma...

Risiko

Keheningan mengantarku memasuki gedung yang entah apa namanya ini. Bersama kedua rekanku, aku bertolak menuju pintu gerbang kematian. Bukan suatu hal yang patut dibanggakan, tapi ini mengerikan. Menunggu detik-detik di mana kepala kami dipenggal dengan tajamnya besi pemotong. Namun, inilah risiko. Risiko yang harus kami terima atas segalanya. Tiga bulan yang lalu, tepatnya sehari sebelum pelantikan presiden baru, kami menyusun banyak rencana. Mulai dari rencana yang paling mudah dilakukan hingga rencana yang akan kami gunakan untuk keadaan yang paling buruk. Rencana ini hanya kami yang membuat, meskipun nantinya bukan kami yang melaksanakan. Kami hanya pimpinan dan bisa dibilang penanggungjawab. “Ada yang janggal dari rencana A,” ujarku saat salah seorang rekanku menggambar rencana ketiga kami. “Jika seseorang menembak di tengah kerumunan rakyat, aku yakin dia tidak akan selamat sehingga harus ada beberapa orang cadangan yang bisa menyelamatkan orang yang menembak itu,” lanjutku. “Be...

The Photographer

Kerumunan orang tak menyulitkannya dalam mengabadikan setiap momen. Justru dengan banyaknya orang, akan tercipta banyak momen tak terduga. Bahagia, tawa, dan senyum menghiasi memori kameranya di hari itu. Namun, ia tak cepat puas. Terus saja ia memotret—apapun yang ada di depan kameranya. Berjalan di jalan utama, trotoar, atau bahkan gang-gang sempit sudah dilakoninya sejak pagi tadi. Menyadari waktunya hanya tinggal satu malam di Kota Pelajar itu, ia mempercepat langkahnya. Dilihatnya sebuah warung kecil yang menjual makanan khas daerah tersebut—gudeg. “Bu, gudegnya satu porsi ya,” katanya seraya mengeluarkan selembar uang. Tak perlu waktu yang lama, sang penjual memberikan sepiring nasi gudeg lengkap dengan lauk-pauk seraya menerima uang. Ia tersenyum kepada sang penjual gudeg lalu mencari tempat untuk makan. Dengan kamera yang masih menggantung di lehernya, ia mulai menyantap kudapan nikmat itu. Ditemani sekotak kopi instan yang dibelinya di sebuah minimarket tadi sore. Perutnya s...

a Hope in a Bottle

Gunung Kidul, 2011 Kedua kakiku tersapu dinginnya air laut hingga sebatas mata kaki. Aku mundur beberapa langkah hingga tak ada air yang menyentuh kedua kakiku. Dari kejauhan dapat kulihat hamparan laut berwarna biru tua bersandingan dengan langit tanpa awan. Gelombang-gelombang kecil yang menawan juga ikut menghiasi lukisan Tuhan yang nan indah ini. Aku terpaku ketika seorang anak kecil berjalan melewatiku. Terselempang sebuah tas kecil di tubuh mungilnya. Bajunya juga kumal, penuh noda di setiap sudut. Aku berani bertaruh, keringat pasti sedang menyelimuti tubuhnya. Tiba-tiba ia berhenti, beberapa meter di depanku. Air laut sudah berhasil membasahi kaki-kakinya. Tanpa kusangka, ia mengeluarkan sebuah botol air mineral yang berisikan sesuatu, tetapi bukan air. Aku mendekat untuk melihat kelakuan anak kecil itu. Ternyata itu sebuah surat dalam botol. Sesaat kemudian, ia pergi, meninggalkan surat dalam botol itu yang kini terombang-ambing. Perjalanan sang surat baru saja dimulai. Mes...

Bukan Realita

“Kau tahu, semuanya sudah terlambat,” kataku penuh penyesalan. “Tak ada yang bisa aku lakukan sekarang,” tangisku pecah seketika. “Maaf,” kata itu meluncur begitu saja dari mulut Avasa. “Ini semua kesalahanku, aku patut diasingkan dari negeri ini.” Aku berjalan memutari tubuh Avasa yang duduk bersimpuh. Langkah demi langkah terasa sangat berat. Aku tak ingin kehilangan Avasa, dialah satu-satunya orang yang kudamba. Hanya Avasa yang bisa membuatku senang, meskipun sekarang dia memaksaku untuk menitihkan air mata. Tak mungkin aku rela jika Avasa harus diasingkan dari negeri nan indah ini. “Avasa,” kataku seraya mencoba menatap kedua matanya. “Izinkan aku untuk ikut denganmu,” pintaku. Aku telah bersimpuh di hadapan Avasa, tak ada sepatah kata pun yang dikatakannya. Keheningan menyelimuti kami selama beberapa detik. Akhirnya Avasa berbicara, “Maaf Avantika, aku tak memberimu izin, pengasingan tak aman untukmu, kau harus tetap di sini.” Avasa beranjak, “Berjanjilah, jangan menungguku!” s...

Menunggu

Memang asing jika berada di negeri orang. Itu pula yang terjadi padaku. Hanya bisa mengedarkan pandangan dari salah satu sudut tempat wisata ini. Berupa bangunan kokoh bersejarah yang dikelilingi jalan berbatu dan tumbuh-tumbuhan hijau tergenang air. Beberapa pengemis miskin juga terlihat sedang berjajar mengharapkan keping demi keping uang koin dari para pelancong. Tempat ini serasa sebuah tempat yang merangkum keadaan di bumi ini. Sebagian adalah orang-orang yang berkecukupan, sebagian lainnya merupakan orang-orang yang kurang beruntung. Cahaya putih yang terpancar dari kamera bersahutan, berusaha menerkam gelapnya awan di langit. Hujan yang tak kunjung reda, tidak menurunkan antusiasme para pelancong. Mereka masih saja gila berfoto dengan gaya mereka masing-masing. Namun, di samping kegilaan para pelancong, para pengemis belajar arti kehidupan yang sebenarnya. Meskipun hujan dan lelah melanda mereka, mereka tetap harus bekerja keras untuk menghidupi keluarga atau bahkan hanya un...