Skip to main content

Posts

Showing posts from 2015

Fighting!

Medan terjal dalam sebuah ekspedisi memang tak dapat diprediksi kapan datangnya. Apalagi jika tempat itu begitu asing dan itu pertama kalinya kau memijakkan kaki di sana. Kerinduan akan rumah akan benar-benar menyelusup dalam benak seketika. Bahkan jika diminta untuk memilih, secara individu, kau tak enggan untuk mundur. Namun, karena kau bersama teman-teman seperjuanganmu, kau tak akan pernah letih. Mereka bersedia membantumu dan terkadang akan meminta pertolonganmu, dengan kata lain, kau masih dibutuhkan. “Apa kita perlu berhenti sejenak?” tanyaku pada rombongan. Mereka hanya menyambut dengan anggukan lemah. Aku bisa melihat mereka sangatlah butuh istirahat, meski hanya beberapa detik saja. “Kapan ini akan berakhir?” Seorang dari mereka bertanya dengan cukup polos. Seketika semua mata terarah kepadaku. Aku yang akan membimbing mereka menyelesaikan ekspedisi ini. Meski hanya berbekal niat dan tekad, aku sudah menyanggupinya. Jangan kau sangka aku yang terbaik dibandingkan mereka, a...

Positive Thinking

Tak pernah kusangka sebelumnya, aku akan mendapatkan seorang kakak yang benar-benar membangun sekat di antara kami. Belum tahu apa alasan di balik terciptanya tembok pembatas yang cukup tinggi itu, tetapi aku berasumsi jika kakakku amat membenciku. Aku dengar ia adalah seorang pendendam, jujur saja aku tidak tahu sebelumnya. Namun, seberapa keras aku berusaha untuk berpikir positif tentangnya, tumbuh perlahan rasa takut, gelisah, dan was-was dalam hati dan pikiranku. “Janganlah kau terlalu keras pada adikmu,” suatu hari aku pernah mendengar Ayah menasihati kakakku. Namun, ia sama sekali tak menghiraukannya, ia malah meninggalkan Ayah begitu saja di ruang keluarga. Raut mukanya menunjukkan rasa kecewa yang sangat dalam ketika ia pergi. Aku sama sekali tidak paham dengan semua ini, mengapa ia membenciku? “Apa akan selamanya?” tanyaku seketika kakakku pergi. Ayah menoleh ke sumber suara dan seulas senyum mengembang. Seakan telepati di antara kami sedang bekerja, beliau menjawab, “Kakakm...

The Chocolate Series by Laura Florand

Siapa sih yang belum pernah denger nama Laura Florand? Bagi yang belum tau, buruan deh cek web si penulis di lauraflorand.com   Aku mau berbagi sedikit nih tentang novel-novelnya yang sekarang udah di- translate  ke dalam bahasa Indonesia.  Publisher -nya di Indonesia adalah Bentang Pustaka, sampai saat ini ada 5 novel bertajub The Chocolate Series yang pasti jadi rekomendasi untuk temen-temen.  Check it out!   The Chocolate Thief Menceritakan perjuangan seorang Cade Corey, si pewaris takhta dari perusahaan cokelat terbesar di Amerika, untuk mendapatkan nama dari pembuat cokelat terkenal di Paris, Sylvain Marquis. Niatnya, nama Sylvain akan ditorehkan di atas cokelat batangan produksi Corey Chocolate Inc., tetapi ternyata niatan Cade sungguh sia-sia. Sylvain Marquis menolaknya mentah-mentah. Cade Corey tak kehabisan akal, dengan segenap keberaniannya, ia menyusup ke dapur cokelat milik Sylvain Marquis. Terus gimana? Bakalan ada kejadian-kejadian yang tak terdu...

See Me as an Ordinary Student

Teriakan demi teriakan silih berganti tertangkap daun telingaku. Terproses memberontak sang gendang telinga. Namun, sama sekali tidak ada respon. Hanya diam dan menerimanya. Menggerutu memang yang kulakukan, tetapi cukup hati dan seluruh ragaku yang mengetahui, bukan orang lain. Pusing selalu menyergap ketika sehelai, dua helai, bahkan tiga helai rambutku tercabut dari pangkal kulit kepala. Perih juga terasa akibat goresan-goresan yang  mereka  ciptakan di kulit kusamku. Namun, aku terus berusaha untuk menahan tangis. Lebih baik begitu daripada aku meluapkan emosi dan membuat semua lebih runyam. Nantinya, aku juga yang terkena dampak terbesarnya. Wajar, aku hanyalah seorang siswa beruntung dengan dana bantuan dari orang tua  mereka  untuk melanjutkan sekolah di sini. “Jangan bertindak gegabah atau kau akan melihat dirimu dipermalukan oleh semua orang,” salah seorang dari  mereka  memperingatkanku sebelum jam makan siang datang. Jelas saja, aku tak akan be...

Art Moments Jogja '15

Venue: Jogja National Museum Time: June 7th-30th, 2015 Wow! It was really great for us. It just cost ten thousand rupiah so you can enjoy everything inside. The contemporary art exhibition showed the latest works of 20 Indonesian artists and all of them was awesome. You should see them by yourself, it won’t make you disappointed! On the 1st floor, there were 5 rooms that showed us different art, shoes, metal  art, song, combination art, and sculpture. But for myself, there was a creepy room, I didn’t know the reason for sure, but the atmosphere made me scared. The 2nd floor was amazing too. There were many rooms and showed many things. But actually there was a room that could make me fall in love in the first sight. The white room with some drawings. But before we entered the room, we had to change our footwear, from our shoes to a pair of sandals that had been prepared. Oh! Not just the white room, there were two artworks that made with pen and were forming an image of...

Before the Raindrops

Secangkir kopi hangat tersaji di hadapanku, tetapi sama sekali tak tertangkap perhatianku. Untaian kata  itu  saja yang masih kupikirkan. Menggema terus-menerus, terlebih ketika rasa rindu mulai tak terhapuskan. Kali ini aku tidak merindukannya, justru ingin membuangnya jauh-jauh. Kau tahu, aku tak bisa. Sesuatu yang benar-benar tidak mungkin terjadi, bahkan sampai kapanpun. Aku sedang mendustai diriku sendiri, lebih tepatnya hatiku. Berharap dalam kenangan kelabu yang tidak akan berubah menjadi penuh warna. Sebut saja harapan kosong. Ditambah dengan rasa pesimis pelingkup diri. Sungguh, perilaku terfatal yang pernah kulakukan. “ It’s over !” pekikku waktu  itu . Ia menatapku dengan penuh penyesalan, tidak ada raut kebohongan darinya. Air mata yang mengucur juga mencabik-cabik hatiku. Aku merasa lebih sakit ketika ia tersakiti, tapi aku tetap saja kukuh berada di kubu seberangnya. Seorang laki-laki—remaja—menangis. Aneh memang. Tidak biasanya seorang laki-laki menangis,...

Someone Loves You

Potret sang kekasih menghiasi setiap sisi kamarnya. Namun, sebentar lagi pasti akan dilepasnya. Betapa tergores hatinya ketika mendapatkan surat pernikahan sang kekasih. Bukan sesuatu yang pernah diduga, tetapi tetap saja terjadi. Pengkhianatan terfatal yang pernah dilakukan padanya. Menurutnya, itu cukup untuk mematahkan jiwanya, semangatnya, untuk sesaat. Berkaca dengan segenap hatinya, ia memandangi rambut coklatnya yang luar biasa tidak teratur, bisa mencuat ke segala arah. Matanya berkantung layaknya seseorang pencandu obat-obatan terlarang, tetapi jelas tidak. Terdapat dua lebam yang dengan mudah dilihat, satu di ujung sudut bibirnya dan satu lagi di pipi kirinya. Benar saja, baru semalam ia memburu calon suami sang kekasih. Ia berharap bisa mengobati luka hatinya, tetapi pukulan yang lebih menyakitkan yang didapatkannya. Satu hal yang kutahu, calon suami kekasihnya adalah seorang atlet bela diri. “Masih memandangi si mayat hidup?” Ia menoleh dan menyunggingkan sebuah senyum si...

Another Reason

Bulan hanya terlihat sedikit di awal bulan ini. Di sekelilingnya, bintang-bintang berkerlip memancarkan cahayanya sendiri. Mereka memenuhi cakrawala seraya menebarkan kehangatan malam. Di sisi lain, angin membelai dengan cukup buas, meninggalkan segenap memori hitam itu berkelebat di benakku. “Mengapa kita bisa menjadi seperti ini?” tanyaku mencairkan kebekuan di antara kami. Tidak ada jawaban. Satu detik, dua detik, tiga detik, tetap tidak ada jawaban. Ia membisu sedari tadi, mungkin saja ia memikirkan fantasinya—entah tentang apa. Dengan sedikit jengkel, aku meninjunya tepat di bahunya. Kami yang tadinya sama-sama berbaring, tiba-tiba beranjak bangun dan duduk di rerumputan berkat satu tinjuan lemah itu. “Seperti ini apa, Zha?” Aku jelas mengetahui jika ia sedang berpura-pura. Orang seperti Dave memang sering sekali menutupi sesuatu yang diketahuinya—demi kelangsungan kehidupannya yang damai. “Kau sudah mengatahuinya, Dave...” “Entahlah,” gumamnya, “maaf jika aku membawamu terlam...

Nasihat dari Mereka

“Aku menginginkannya,” katamu ketika melihat sebuah  dream catcher  berwarna ungu. “Tak ada cukup uang untuk membelinya,” jawab seseorang di sampingmu. Kau sangatlah terpukul saat orang itu menyeretmu menuju trotoar di perempatan itu. Ia memberikanmu sebuah gitar kecil atau sering kau sebut  ukulele . Dengan mudahnya, ia meninggalkanmu. Berdalih dengan ada tugas lain yang dimilikinya, kau menurut. Memang hanya itu yang bisa kau lakukan demi mendapatkan rezeki di setiap harinya. Aku melihatmu dari seberang, menatapmu dengan rasa iba yang membuncah. Namun, kau mulai beranjak dari tempatmu berdiri, berjalan mendatangi mobil-mobil dan sepeda-sepeda motor yang berhenti karena lampu merah menyala. Senar-senar yang menempel di alat musikmu itu dengan perlahan kau petik. Menghasilkan nada-nada merdu yang merangkai sebuah lagu. Mungkin aku memang tak mendengarnya, tetapi mata batinku bisa merasakan alunan nada itu disertai suaramu yang lembut. Sebenarnya, kau tak mau diperlakuk...

My Fault

Semuanya akan baik-baik saja. Kapan? Suatu hari nanti. Selalu saja begitu, tidak pernah ada jawaban yang pasti kapan hari yang dinantikan itu tiba. Aku sudah cukup sabar menunggunya, tetapi apa? Hingga saat ini belum ada tanda-tanda bahwa hari itu akan menghampiriku. Hampir sebulan sudah penantianku, semuanya masih sama—berantakan. Nasihat demi nasihat yang diberikan beberapa temanku telah kucoba kuaplikasikan pada kesalahan yang sudah terlanjur terjadi ini. Awalnya ini adalah sebuah rencana yang menyangkut perasaanku, bukan sesuatu yang kulakukan untuk menghancurkan perasaanku. Siapa sih yang mau menghancurkan dirinya sendiri? Hanya orang-orang bodoh yang melakukannya. Namun ternyata, aku cukup bodoh dalam menjalankan rencana itu. Rencana itu terlaksana sebagian, tetapi dampaknya berupa kehancuran yang begitu dalam di lubuk hatiku. Baiklah, aku akan menceritakan singkatnya. Aku memiliki perasaan khusus kepada seseorang. Aku hanya ingin menyampaikannya. Cukup sampai di situ. Kemudia...

Tragedy of Tide

Pagi yang cerah membawaku untuk mengitari sebagian kecil pulau ini. Pulau dengan penghuni sekitar 40 hingga 47 orang ini bukanlah pulau yang besar. Hanya pulau yang terhitung kecil yang berada di rangkaian Kepulauan Oceania. Tapi yang kurasakan berbeda, aku merasa pulau ini begitu besar untukku. Juga membuatku bebas. Tak ada tugas, tak ada keluarga, tak ada teman-teman, untuk sementara ini. Pulau ini juga yang membiarkan hati dan pikiranku tenang, seakan meluruhkan segala beban yang kutanggung. Kedatanganku di sini awalnya tak disetujui Papa dan Mama. Mereka takut hal yang tak diharapkan terjadi padaku. Tapi aku tak menyerah membujuk kedua orangtuaku. Dan di sinilah aku sekarang. Ada yang janggal hari ini, batu-batu karang terlihat memantulkan cahaya. Pantai-pantai mengalami pasang surut yang tidak seperti dua hari lalu. Aku pernah membaca artikel yang menyatakan pasang surut air laut yang tidak wajar dapat menyebabkan tsunami. Apakah ini pertanda akan terjadinya tsunami? Tapi aku ta...

Malam Penuh Kenangan

Salah satu malam penuh kenangan ini sedang kualami. Canda tawa memenuhi setiap benak. Kegembiraan terpancar jelas di raut muka. Kami bermain kartu, makan bersama, bertukar kado, dan memanggang sosis. Masih sampai di situ, mungkin masih banyak kejutan-kejutan kecil yang akan terlaksana. Celotehan-celotehan yang mungkin terdengar menjengkelkan akan menjadi berbeda malam ini. Semuanya hanya akan menjadi gurauan semata. Terkadang tersimpan sesuatu yang nyata di dalam celotehan-celotehan itu, tetapi hanya berlalu seperti angin. Api menyala saat tetes-tetes hujan turun dari langit, hanya berupa butiran-butiran kecil. Namun, setetes air hujanpun akan dijadikan suatu topik pembiacaraan di sini. Ada kalanya beberapa orang hanya terdiam bersama kesenangan-kesenangan mereka masing-masing, tapi itu manusiawi. Seseorang membutuhkan privasi yang tidak seharusnya orang lain mengetahuinya. Hanya beberapa hitungan jam lagi tengah malam. Kini, aku memandang teman-teman seperjuanganku yang sedang asyik...